Peningkatan jumlah penduduk
berdampak pada peningkatan eksploitasi sumberdaya alam. Pemanfaatan sumberdaya
alam yang tidak berkelanjutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.
Padahal lingkungan adalah penopang kehidupan makluk hidup termasuk manusia. Untuk
itu pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana, yaitu
memperhatikan daya dukung lingkungan hidup (DDLH) dan daya tampung lingkungan
hidup (DTLH).
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lainnya dan keseimbangan antar
keduanya. Sementara, daya tampung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukan ke dalamnya
(Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup).
Pelestarian fungsi lingkungan hidup atau rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) menjadi sangat penting untuk dilakukan agar lingkungan hidup mampu memenuhi kebutuhan manusia dan mahluk hidup lainnya tanpa menyebabkan terjadinya degradasi fungsi. Tantangan utama dalam mengelola lingkungan hidup adalah mempertahankan keseimbangan antara upaya pemenuhan kebutuhan manusia akan sumberdaya alam dengan kemampuan lingkungan hidup untuk menyediakan sumberd
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, upaya mempertahankan keseimbangan tersebut harus dipandang selain untuk pemenuhan jangka pendek juga untuk menunjang kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik, DDDTLH menjadi penting untuk diketahui, dipahami dan dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dan pemeliharaan lingkungan hidup, maupun melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam.
Pentingnya ketersediaan informasi tentang daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di setiap wilayah baik Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah telah diamanatkan oleh Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang dalam sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup juga tertuang pada Pasal 19, yang menyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari dari kegiatan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup.
Amanat UU No. 32 tahun 2009 tersebut menunjukan adanya keterkaitan antara DDDTLH dengan KLHS, RPPLH dan pemanfaatan sumberdaya alam sebagaimana digambarkan dalam gambar 1 di bawah ini :
Gambar 1. Bagan Keterkaitan DDDTLH
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 19, 22, 25 dan 28 mengamanatkan bahwa rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota harus disusun dengan memperhatikan DDDTLH. Pada Pasal 34 ayat (4) dinyatakan bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, standar kualitas lingkungan serta DDDTLH. Pada penjelasan Pasal 25 disebutkan bahwa DDDTLH wilayah kabupaten/kota diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang penyusunannya dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang lingkungan hidup. Lebih jauh, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 12 ayat (4) mengamanatkan bahwa tata cara penetapan DDDTLH diatur dalam peraturan pemerintah.
Implementasi dari peraturan di atas membawa konsekuensi pentingnya pemahaman para pembuat kebijakan, rencana dan program akan substansi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sampai pada tingkat kedalaman tertentu yang didasari pada karakteristik masing-masing wilayah. Dengan demikian, kebijakan, rencana dan program yang disusun telah didasarkan pada hasil telaah aspek lingkungan hidup yang menunjukkan kelebihan atau kekurangan ketersediaan dan/atau kualitas sumberdaya alam untuk menopang pembangunan yang direncanakan.
Mengacu pada PermenLHK Nomor : P.18-MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemementerian LHK, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan pengendalian pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah ekoregion Sumatera. Salah-satu instrument yang digunakan dalam pengendalian pembangunan tersebut adalah Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDT LH). Output dari kegiatan Penyusunan Peta Indikatif Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup berbasis Jasa Ekosistem ini, pada akhirnya diharapkan dapat diintegrasikan ke dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagaimana diamanatkan UU No 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
Salah satu tugas fungsi pada Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung SDA dan LH adalah melaksanakan inventarisasi DDDT SDA dan LH di wilayah ekoregion Sumatera. Permasalahan prioritas dalam pelaksanaan tusi tersebut yaitu Permintaan dan kebutuhan yang tinggi akan penyusunan DDDT di daerah wilayah kerja P3E Sumatera yang mencakup 10 propinsi dan 154 kab/kota. Adapun permasalahan prioritas tersebut diidentifikasi penyebabnya adalah :
· Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDT LH) merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hal ini dapat diartikan bahwa penentuan DDDT LH menjadi kewajiban bagi Daerah (Prop/Kab/Kota) dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
· Keterbatasan sumberdaya di daerah (Prop/Kab/Kota) baik anggaran, waktu, metodologi, SDM serta fasilitas dalam penyusunan DDDT LH.
Untuk itu perlu dicarikan solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan Fishbone diagram sebagaimana terlihat pada Tabel 5 berikut ini.
Gambar 2. Mengetahui Sebab Akibat melalui Analisis Fishbone
Berdasarkan gambar 2 diatas, salah satu solusi yang inovatif, efektif, mudah dan murah yaitu membantu percepatan penyusunan peta daya dukung daya tampung lingkungan hidup di daerah (propinsi/kab/kota) melalui pelaksanaan fasilitasi (sosialisasi dan bimtek) yang telah dilengkapi dengan mulai dari manual, SOP hingga database.
0 Komentar